Mengenal Fisika Kuantum

Mengenal Fisika Kuantum

Pada Desember 1926, Albert Einstein, ilmuwan paling terkenal abad 19, menulis surat kepada Max Born, fisikawan kuantum terkenal saat itu, “Teori (kuantum) ini menghasilkan banyak hal yang baik, tetapi hampir tidak membawa kita kepada rahasia (alam semesta) sebenarnya. Saya yakin Tuhan tidak bermain dadu”.

Fisika kuantum menjelaskan alam semesta bekerja secara probabilistik atau tidak ada yang benar benar pasti terjadi. Alam semesta bekerja atas dasar ketidakpastian. Bahkan ilmuwan sekaliber Einstein tidak mempercayainya saat itu. Namun fisika kuantum perlahan menjadi pondasi fisika modern saat ini.

Hal ini mungkin tidak dapat dipahami karena dunia yang kita jalani saat ini tidak terlihat demikian. Fenomena kuantum baru terjadi pada skala terkecil, skala atomik dan penyusunnya. Kita tidak pernah benar-benar tahu apa yang terjadi pada skala tersebut. Penjelasan kali ini akan menggambarkan bagaimana ketidakpastian itu terbangun pada konsep fisika kuantum.

Dualisme Gelombang-Partikel
Dualisme Gelombang dan Partikel

Dualisme gelombang-partikel adalah prinsip pertama yang mengantarkan manusia menemukan mekanika kuantum. Prinsip ini pertama kali ditemukan pada cahaya yang kita lihat sehari-hari. Seperti yang diketahui sejak abad ke-19 bahwa cahaya merupakan gelombang yang dibuktikan melalui percobaan celah ganda Young. Cahaya mengalami difraksi dan interferensi ketika dilewatkan pada celah ganda selayaknya gelombang.

Pemahaman tersebut kemudian berkembang pada abad ke-20 dimana Einstein berhasil membuktikan bahwa cahaya memiliki karakteristik sebagai partikel pada temuannya akan efek fotolistrik. Efek ini menjelaskan bahwa cahaya dapat diabsorpsi dan memberikan energinya untuk melepas elektron yang terikat pada atom. Energi cahaya ini dihantarkan dalam satuan-satuan kecil alias sebagai partikel. Satuan terkecil dari cahaya disebut sebagai foton. Energi foton harus lebih besar dibandingkan energi ikatan elektron pada atom agar ia bisa melepaskan elektron tersebut.

Prinsip dualitas yang awalnya hanya ditemukan pada cahaya, kemudian diperluas secara umum. De Broglie menyatakan bahwa seluruh benda memiliki karakteristik sebagai gelombang. Hal ini terbukti benar dengan adanya pemanfaatan partikel lain seperti elektron pada mikroskop elektron. Tidak hanya itu, manusia bahkan memiliki karakteristik gelombang. Namun ukuran manusia jauh lebih besar sehingga nilai panjang gelombang terlalu kecil dan tidak bermakna apapun.

Kuantisasi
Kuantisasi Tingkat Energi pada Model Atom Bohr

Kemampuan kita dalam memahami fenomena fisis di sekitar kita merupakan suatu hal mendasar yang sangat penting. Seringkali kita menilai hal di sekitar dengan besaran angka yang berjalan kontinu. Misalnya saja kita melihat kendaraan bergerak melingkar sehingga dapat kita gambarkan bentuk lintasannya sebagai lingkaran sempurna yang utuh dan tidak putus-putus. Padahal kalau kita berpikir lebih jauh lagi, bentuk lintasan maupun lingkaran tersebut terbentuk dari garis-garis lurus yang amat kecil yang arahnya berbelok sedikit namun berkala. Prinsip ini merupakan proses kuantifikasi sifat-sifat yang kontinu dari suatu benda menjadi nilai-nilai diskrit.

Terkadang kita melihat cahaya sebagai suatu benda yang kontinu yang datang terus menerus dari sumbernya tanpa terputus. Sedangkan kita mengetahui bahwa cahaya bersifat sebagai foton melalui prinsip dualitas gelombang-partikel. Seharusnya energi cahaya juga dapat dikuantifikasi layaknya foton. Kuantifikasi energi cahaya pertama kali dikemukakan oleh Max Planck. Sebelum adanya kuantifikasi, radiasi yang diemisikan pada panjang gelombang pendek seperti ultraviolet, akan meningkat tidak terkendali atau ultraviolet catastrophe. Planck memberikan solusi untuk diskritisasi energi cahaya sehingga benda hitam hanya memiliki intensitas maksimum pada panjang gelombang tertentu.

Prinsip tersebut kini dipakai secara luas pada bidang kuantum. Partikel yang menyimpan nilai diskrit ini disebut sebagai partikel kuantum dan kumpulannya disebut sebagai kuanta. Partikel seperti elektron memiliki nilai energi yang terkuantifikasi dalam atom. Elektron memiliki nilai energi tertentu pada kulit dan jarak tertentu dari inti atom. Energi tersebut juga memiliki interval yang unik dengan energi pada kulit dan jarak lainnya.

Pengukuran Kuantum
Interpretasi Kopenhagen tentang Wave Function Collapse pada Pengukuran Kuantum

Tanpa kita sadari kita selalu melakukan pengukuran. Seperti setiap kali kita berjalan menuju suatu tempat, kita akan memperkirakan jarak yang diperlukan untuk sampai ke sana. Ketika kita sakit, suhu tubuh kita akan diukur menggunakan termometer. Tidak hanya itu, bahkan saat kita terdiam menunggu angkutan umum, kita secara tidak langsung menghitung waktu yang diperlukan agar kendaraan tersebut sampai. Pada intinya, pengukuran dilakukan untuk mengetahui informasi akan suatu benda atau peristiwa.

Pengukuran secara kuantum ini unik dan berbeda daripada contoh sebelumnya. Sistem yang akan kita ukur biasanya sudah ada sejak awal sehingga kita hanya mengumpulkan informasi yang telah ada. Sedangkan, informasi fisis dari sistem kuantum tidak benar-benar hadir sampai mereka diukur. Sistem kuantum tersebut memiliki banyak kemungkinan-kemungkinan sifat fisis. Pengukuran akan “mengganggu” sistem kuantum tersebut sehingga keluaran dari pengukuran sistem kuantum hanya berupa satu informasi dari banyaknya kemungkinan. Contoh mudahnya seperti kita tidak pernah benar-benar tahu posisi dan bentuk bulan dari dalam rumah sebelum kita melihatnya di luar rumah.

Pengukuran kuantum ini terdengar seperti mengada-ada dan hanya bersifat filosofis saja, hanya saja hal ini memang terjadi di dunia nyata. Bohr mengemukakan model atom bahwa lintasan elektron dalam atom sama seperti lintasan planet di tata surya. Hal itu mulai terbantahkan saat Schrödinger menyatakan modelnya dimana elektron dapat berperilaku seperti gelombang pada lintasan atom. Akibatnya posisi dan gerak elektron berbentuk susunan probabilitas. Informasi elektron tersebut amat bergantung pada metode pengukuran kuantum yang dilakukan. Perlu kita ketahui bahwa pengukuran kuantum tidak sama seperti pengukuran biasa yang berulang. Jika kita mengukur panjang meja berulang-ulang, sangat mungkin dihasilkan angka yang berbeda akibat galat pengukuran. Bedanya dengan pengukuran kuantum, sekali kita mengukur informasi elektron, maka terjadi wave collapse atau keruntuhan gelombang dari probabilitas informasi elektron. Peristiwa tersebut membuat informasi tidak lagi berupa probabilitas, melainkan menjadi satu nilai yang jelas dan pengukuran berkali-kali tidak akan mengubah nilai tersebut.

Eksperimen Celah Ganda
Eksperimen Celah Ganda

Salah satu eksperimen yang mengubah dunia fisika adalah eksperimen celah ganda. Eksperimen ini memulai petualangan para peneliti menjelajahi bidang fisika kuantum yang tidak terbayangkan sebelumnya. Terdengar sederhana namun eksperimen ini dapat menunjukkan sifat partikel dan gelombang dari suatu benda sekaligus.

Untuk memulai, bayangkan terdapat dinding dengan dua lubang kecil atau celah dan terdapat dinding kedua sebagai layar penangkap di belakang dinding pertama. Jika kita menembakkan elektron tepat pada dua celah tersebut, beberapa elektron akan masuk dan “menempel” pada layar membentuk pola tertentu. Ketika tidak dilakukan pengamatan atau diberi sensor pada dinding pertama maupun dinding kedua, elektron berperilaku sebagai gelombang. Akibatnya elektron akan membentuk pola interferensi dengan pola terang dan gelap yang beraturan. Seakan-akan elektron tersebut “terbelah” dan “bersatu” kembali secara ajaib membentuk pola gelap terang. Satu jawaban pasti adalah elektron berperilaku seperti gelombang.

Anehnya ketika diberi sensor, elektron kembali berperilaku seperti partikel. Sehingga elektron akan membentuk pola kurva distribusi normal. Layaknya kita menjatuhkan banyak bola tenis dari atas berkali-kali. Akan tersusun banyak bola tenis di tengah dan sedikit bola tenis di sekitarnya. Hal ini menguatkan prinsip bahwa pengukuran mengganggu jalannya probabilitas gelombang sehingga elektron kembali seperti partikel.

Ketidakpastian Heisenberg
Bentuk Gelombang Bidang dan Gelombang Paket Sebagai Representasi Ketidakpastian Heisenberg

Fisikawan Jerman, Werner Heisenberg, menjelaskan pengukuran kuantum memiliki konsekuensi pengukuran yang unik. Dijelaskan bahwa kita tidak dapat mengukur secara eksak posisi dan kecepatan benda sekaligus dalam satu waktu. Tentu hal ini terdengar tidak masuk akal. Ketika kita mengukur gerak mobil, kita dapat langsung tahu dimana dan seberapa cepat mobil tersebut bergerak. Namun hal ini tidak berlaku bagi dunia kuantum.

Suatu sistem kuantum seperti elektron memiliki probabilitas berbagai keadaan, baik posisi maupun kecepatan yang sering diartikan sebagai momentum. Prinsip ketidakpastian Heisenberg menyatakan bahwa kita harus mengorbankan satu pengukuran informasi untuk informasi lainnya. Jika kita dapat mengukur posisi elektron secara pasti, maka elektron akan memiliki berbagai nilai momentum atau kita sebut sebagai mode gelombang. Jika kita dapat mengukur momentum secara pasti, maka elektron dengan momentum tersebut tersebar di berbagai posisi sehingga kita tidak dapat tahu pasti. Prinsip ini secara luas menyatakan tantangan kita dalam mengukur dunia kuantum lebih jauh.

Prinsip Superposisi
Prinsip Superposisi pada Eksperimen Kucing Schrödinger

Adanya banyak kemungkinan dari suatu sistem kuantum kita singkat dengan nama prinsip superposisi. Prinsip ini menunjukkan bahwa partikel kuantum dapat berada pada dua keadaan yang berbeda secara bersamaan. Sekali lagi, prinsip fisika kuantum ini terdengar tidak masuk akal. Bagaimana bisa suatu benda dapat berada pada dua tempat yang berbeda bersamaan?

Prinsip ini sebenarnya adalah konsekuensi matematis dari definisi partikel sebagai probabilitas dari banyak gelombang. Suatu objek kuantum dapat berada pada dua keadaan berbeda atau lebih bergantung pada persentase probabilitas yang dimilikinya. Hal ini tidak serta merta diartikan bahwa dua benda pasti berada di dua tempat berbeda. Namun probabilitas posisi benda tersebut tersebar di beberapa tempat sebelum dilakukan pengukuran kuantum.

Prinsip superposisi ini dapat mudah dimengerti dengan eksperimen pemikiran kucing Schrödinger. Kucing ditempatkan pada kotak yang berisi bom waktu. Sebelum kita membuka kotak tersebut, kucing berada pada keadaan superposisi antara hidup dan mati. Hidup ketika bom waktu tidak meledak dan mati ketika sebaliknya. Dikatakan kucing tersebut 50% hidup dan 50% mati. Kita baru mengetahui kucing itu hidup atau mati setelah membuka kotak tersebut.

Peristiwa Entanglement
Representasi Quantum Entanglement

Pernah mendengar adanya dunia paralel? Hal tersebut bukan sepenuhnya fiksi belaka, melainkan ada campur tangan dari konsekuensi prinsip entanglement. Kata entangle dalam bahasa Inggris berarti untuk membuat suatu benda terjerat pada benda seperti jaring atau tali. Dalam fisika kuantum, entanglement berarti keadaan dari suatu partikel kuantum seperti terjerat dan terikat dengan keadaan partikel lain yang identik, meskipun dipisahkan oleh jarak yang amat jauh. Jika alam semesta memang terbentuk banyak dan entangle sejak awal, maka akan ada dunia paralel lain yang serupa dengan dunia kita.

Umumnya, keadaan dari dua benda, meski identik sekalipun, kita tetap harus melakukan dua pengukuran terpisah. Hal tersebut dapat dipersingkat dengan hanya mengukur keadaan satu partikel, untuk mengetahui keadaan partikel lain yang identik. Bila keduanya terbentuk bersamaan dan mengalami entanglement, kita perlu mengukur satu partikel saja. Keadaan partikel lain sudah pasti mengikuti sehingga kita dapat memanfaatkan prinsip ini untuk potensi yang lebih besar seperti komunikasi dengan teknologi kuantum.

Efek Tunneling
Quantum Tunneling

Tunnel atau terowongan merupakan salah satu hasil engineering atau rekayasa manusia yang sudah ada sejak lama. Kita tidak harus berkendara jauh memutari pegunungan untuk sampai ke tujuan. Dengan terowongan, kita dapat langsung memotong jalan dan menghemat ongkos perjalanan. Tunnel ini tidak hanya ada dan berguna di dunia nyata, namun juga di dunia kuantum.

Suatu partikel dapat “terjebak” pada suatu posisi akibat adanya gaya yang membuatnya seperti itu. Misalnya saja elektron menetap pada posisinya di atom karena keseimbangan gaya Coulomb dan gaya sentripetal. Contoh lain seperti hidrogen yang terikat kuat pada suatu susunan banyak atom lain. Keduanya perlu energi yang besar untuk keluar dari posisi tersebut. Untungnya terdapat efek tunneling yang memudahkan perpindahan partikel kuantum. Partikel tersebut harus kembali bekerja layaknya gelombang.

Ketika kita berteriak dengan kencang di suatu ruangan tertutup, gelombang suara akan menjalar ke seluruh area dan bahkan dapat terdengar dari luar ruangan. Sebaik apapun kita mendesain dinding kedap suara, tetap saja akan ada suara yang terdengar dari luar. Sama halnya seperti partikel kuantum. Dengan energi yang cukup, akan ada kemungkinan partikel kuantum mengalami efek tunneling dan keluar dari penghalang tersebut tanpa harus memiliki energi yang sangat besar.